Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, salam pelajar! Selamat ahlan wa sahlan di blog KAPMI Lebak dan selamat bergabung dengan KAPMI Lebak^_^

Senin, 02 Februari 2009

Hanya Mimpi

HAMIM

(hanya mimpi)

BY: Haerudin Al Fishab_R



Hari yang cerah untuk jiwa yang lelah.deburan ombak ambisi membius detak jam hingga waktu begitu berarti. Kulalaui detik demi detik hingga berlalu menjadi menit, menit berganti menit kemudian berganti jam, hari, pekan, bulan, tahun, hingga abad. Deras mengalir darah di tubuh ini menghantam relung-relung kebebasan di jiwa. Sinar pandang memancar membara liar di bola mata. Saraf-saraf neuron masih aksis untuk menyampaikan jutaan informasi setiap detiknya.

Sahabat, itulah kata seribu makna banyak misteri di dalamnya. Sebuah simpul yang dapat mengikat hati manusia memotivasinya untuk mengarungi samudera kehidupan, mampu menemani menjelajahi hutan belantara, mendaki tonggak langit Mount Everest , serta menelusuri luasnya ruang khayal.

Dalam diri tengah berkecamuk perang besar, kebaikan versus kejahatan, arogan dengan rendah hati, hawa nafsu dengan keimanan, semuanya takkan terlihat gemuruhnya, takkan terdengar kerontangnya melainkan dapat dirasakan oleh hati, hati yang jernih, suci, sabar, tanpa pamrih. Hidup tak berarti tanpa sahabat bak malam tanpa bulan, pagi tanpa mentari, udara tanpa angin, tandus tak dapat ditumbuhi.

Syukur tak henti tercuraah ketika sahabat selalu menemani walau terpisah jarak. Begitu juga aku, cukup banyak sahabatku dengan berbagai karakter, ada yang lemah lembut, keras, kasar, sensitif, proaktif dan lain sebagainya. Kurangkul mereka ketika sedih, senang, sengsara dan bahagia. Di pagi hari libur sekolah aku bersama sahabat meluangkan waktu, berkumpul bersama, berbagi cerita, berbagi masalah, serta berbagi kabar. Di bawah pohon rindang di atas bale-bale bertikar kami duduk melingkar berkerumun. Arya, Tino, Syahif, Arul, dan Aku pagi itu telah sarapan bersama, kami menyantap nasi liwet yang begitu nikmat walau hanya dengan lauk seadanya.

“ Oooo…,, wah, subhanallah.” Arul bersendawa.

“ Nkmat kali makan pagi ini.” Syahif angkat bicara.

Aku mengelus-elus perutku yang hampir membuncit, Tino meneguk air es yang ada di botol air mineral. Kami sahabat setia, sejak SMP kami satu sekolah terus sampai sekarang, SMA kami memilih sekolah yang sama tapi ada satu sahabat kami yang terpisahkan oleh takdir, Azam. Ia pindah rumah dan sekolah di luar kota karena ayahnya berpindah tugas. Kadang kami berseding ketika kami ingat dia, karena dia merupakan teman yang paling humoris. Kalau kumpul bersamanya, pastilah perut kami melilit karena banyak tertawa.

“ Hey fren, aku jadi inget sama Azam, kalian masih ingat tidak ?”

“ Azam…,, ya masih inga.” Jawab Tino.

“ Emang kenapa ?” Tanya Syahif.

“ Lagi ngapain ya dia sekarang, jadi kangen sama dia, coba ada nomornya yang bisa dihubungi atau kita tahu alamat yang mungkin kita sekarang bisa menghubunginya”.

“ Iya ya, benar juga, harus gimana nih ?”

“ Arul aku punya ide, kalau nanti lulus SMA kita berpisah, jangan sampai kita terputus hubungan dan harapku kita bisa sukses dan membuktikan kepada Azam karena orang sukses itu begitu terlihat dan mungkin suatu saat Azam akan bertemu dengan salah satu dari kita semua.”

“ OK, aku setuju, ide yang bagus.”

“ Yes, that is a good idea.” Teriak Arul.

“ Ah, so Inggris lo.”

Kami tertawa sembilu. Aku berbaring kemudian diikuti Arul, Tino, dan Syahif, serta Arya. Dengan terlentang kutatapi pohnrindang di atas kami, sinar-sinar matahari mulai menembus menyelundup di tengah-tengah celah dedaunan. Sesekali angina banyak bertiup banyak menggugurkan bagian dari pohon, kadang daun kering mendarat di atas tubuhku.

“ Teman-teman aku mau nanya nih sama kalian,”

“ Nanya apa Rul ?”Dengan siap ku tanya kembali Arul.

“ Nanya soal eksak, umum, sosial, agama. Tenang aja kan ada aku, Syahif, Tino, Arya jua,” Lanjutku.

Kutawarkan hal itu pada Arul karena kalau ada hal yang belum dimengerti olehnya, ia selalu bertanya kepada kami sahabatnya. Jika itu masalah eksak Arya jagonya, kalau umum dan social Tino bidangnya, kalau yang agamis Syahif orangnya, dan aku sendiri mungkin di luar itu semua.

“ Jalian pada tahu gak, VMJ ?”

Kami melongok,

“ Apaan tuh ?, eksakkah ?, sosialkah ?, atau apa Rul ?”

Sosoknya terdiam sebentar. Dengan so’ ia memperjelas pertanyaannya.

“ Teman-teman VMJ itu singkatan tau, V-nya untuk virus, M-nya untuk merah, dan J-nya untuk jambu, jadi digabunginnya virus merah jambu, gitu loh maksudku,”

“ Ooohh..,,” Setengah tertutupi rasa penasaranku.

“ Kayaknya ini masuk ke eksak, coba arya jelasin,” Suruhku.

Arya menganggukkan kepalanya, pertanda ia sedang berfikir.

“ Mmm,, mungkin itu salah satu virus yang menyerang pohon jambu dan warnanya merah, gimana teman-teman ?”

“ Kok gitu sih, kayaknya gak nyambung deh,” Arul menyela.

“ Sebenarnya aku tahu yang dimaksud VMJ itu, tapi gak enak juga kalau mereka gak di kasih tau,” Arul bicara lagi.

“ Katanya sih VMJ itu nyerang orang-orang seumuran kita , ih takut.”

“ Gini loh teman-teman, VMJ benar kata Arul tadi bisa nyerang orang-orang seumuran kita, tai itu bukan penyakit, tapi itu…”

“ Itu apa ?” Potong Arul.

“ Itu bukan virus bener-bener virus, tapi itu hal yang membuat seseorang mulai menyukai atau tertarik sama lawan jenis dan itu sudah sunatullah ko’.”

“ Owh, jadi VMJ itu virus cintrong toh..” Ujar Tino.

“ Apa tuh cintrong ?” Tanya Arul kembali.

“ Udah kamu Rul, cintrong itu maksudnya cinte, tau lo sekarang, he..he..he..” Ledek Tino.ke sana ke mari obrolan kami waktu itu, hingga hari semakin siang dan mentari mulai meninggi. Tak ayal salah satu dari kami yaitu Arul mendaratkan celetukannya.

“ Hey fren kalian pada punya tipe perempuan gak ? Oke aku ingin tahu dari kalian kayak gimana sih cewe yang cantik itu. Coba dari kamu dulu No.”

“ Kalau menurutku cewe cantik itu bodinya oke, rambutnya panjang, parasnya cantik, sopan, plius punya iner beauty,” Tino kembali memutar otaknya.

“ Wah, keren banget.”

“ Kenapa kamu Rul ?”

“ Enggak, aku Cuma ngebayangin.”

“ Ah kamu siang-siang gini ngebayangin yang enggak-enggak.”

“ Kalau kamu Arya, gimana ?” Lanjut Arul.

“ Wah, belum kepikiran tuh.”

“ Kalau menurut kamu Fis ?”

“ Duh gimana ya, lewat aja dulu lewat, aku belum bisa menjawab.”

“ Nah, sekarang gimana menurut kamu, Syahif ? he..he..he..”

Syahif lebih agamis dibanding kami, pikirku ia juga belum tentu bisa menjawab, soalnya dulu juga ia seperti alergi kalau ngomongin masalah kayak gituan. Tapi tak kusangka kali ini ia mau mengungkapkan pendapatnya.

“ Kalau menurut aku…,, cewe cantik itu yang pastinya cantik luar dalam, soleha, perkataannya manis, pinter, kayak artis wah pokoknya farfect deh.”

Boleh juga pendapatnya, walu kayak gitu orangnya Syahif itu. Benderang siang telah lalu, waktu ashar pun tiba, dengan segera kupenuhi dalam sujud, terakhir kumohon pada-Nya dengan segala kerendahan hati, aku ingin punya ukuran untuk wanita yang cantik yang kuharapkan bisa menemaniku kelak.

“ Ya Allah pertemukanlah aku dengan orang itu ya Allah,” Rintihku dalam hati.

Ba’da ashar aku pergi ke supermarket dan ke toko buku, setelah beberapa rentang waktu aku pulang. Dalam kesendirian di tengah ramainya kendaraan, aku telusuri trotoar-trotoar jalan. Langkah demi langkah kutempuh, tanpa disadari aku hampir sampai di perempatan lampu merah. Mentari sore hamper meredam kilau putihnya, berganti merah kekuning-kuningan. Sesekali ku alihkan pandangan ini ke seberang jalan tepat ke toko kaset. Berjejer pernak-pernik kaset berkilauan memantulkan sinar terang. Beberapa saat aku tiba di pinggir perempatan, lampu mlalulintas berkedip menjadi merah aku berdiri diam menungu giliran. Di sela waktu itu terlihat tanpa sengaja gadis seumuranku berkerudung hitam dan ditentengnya sebuah tas, ia berjalan mengikuti jalur di seberang. Hatiku membisu hingga begitu dingin. Cara berjalannya, kerudung menjuntai menutupi baju putihnya, sekejap kulihat ia. Subhanallah parasnya sungguh indah sekali.

Di situlah hatiku tertegun, mungkin cita-citaku saat ini aku akan menumpahkan perasaan dari raga ini untuk orang seperti dia. Ya Allah aku bersyukur telah diberi kesempatan melihat makhluk-Mu yang membuat mahligai diri ini bergetar merone di kelapangan hati.

Rumput sore bergoyang-goyang menari di ufuk barat, ilalang putih berdiri berjajar. Tak kukenal perempuan itu, ia berlari-lari di balik rimbunan ilalang yang tertiup angin tipis. Ketika tersadar, setelah kuperhatikan ia tersenyum manis dengan bibir merahnya yang tipis.

Dalam jarak yang dekat, ia tepat berada di hadapanku. Pandangan matanya menusuk ke dalam lubuk hati membuat aku tergugup tak berkata-kata. Angin bertiup membawa semerbak wangi tubuhnya yang tiada tara . Dengan segenap kemampuan, kupaksakan bibir ini untuk bergerak.

“ Dik, siapa adik manis ini, yang memberi senyuman indah tak terkira ?” Tanyaku sedikit malu. Ia terdiam, tangannya menyentuh pundakku, dadaku semakin berdegup kencang.

“ Kak, duduklah.”

Tangannya yang di atas pundakku membuat aku menurunkan tubuh ini dan duduk di sebuah batu bak singgasana. Tangannya terlepas, tak lama tangan itu mengarah ke atas kepalaku dengan diapitnya ia meletakkan mahkota ilalang di kepalaku. Setelah mahkota itu mendarat, serempak penampilannya berubah, kerudungnya terlepas dan ia sekarang bagai bidadari, rambutnya terurai indah dan sekarang di atas rambut itu juga terpasang mahkota ilalang seperti yang kukenakan.

“ Kak, kalau kakak sabar ini akan menjadi lebih indah. Kak, ingat perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik, semoga kakak sabar.”

Begitulah ujarnya meresap ke telingaku, hingga sampai dalam ruang ingatan di otakku.

“ Astagfirullahal adzim,” ku tengok jam dinding yang terpati pukul tiga dini hari, ku usap kedua mataku setelah ku terjaga dari tidur.

“ Alhamdilillahilladzi ahyang ba’dama wa ilaihi nusur.”

“ Hamiim.”

“ Hanya mimpi.”

Tapi mimpi yang paling indah untukku yang mengharapkan keridhoan-Nya.

Aku pun tersenyum dalam kesendirian di pagi yang sejuk saat langit masih gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar